Sabtu, 20 Agustus 2011

Timbangan Keseimbangan Kategori Pertengahan

* neraca kebenaran *
Ia : '' Aku telah memahami timbangan keseimbangan kategori besar, standar, dan penggunaanya. Sekarang, jelaskanlah kepadaku tentang timbangan keseimbangan kategori pertengahan, darimana sumber pengetahuanya, siapa perancangnya, dan siapa yang pernah menggunakanya ! "
Aku : " Timbangan yang satu ini juga diperkenalkan oleh Ibrahim Al Khalil a.s dimana beliau berkata , " Aku tidak suka kepada yang terbenam " ( Q.S 6 : 76 )

Gambaran lengkap tentang timbangan ini adalah, bahwa bulan ( yang di duga sebagai Tuhan ) ternyata tenggelam, sedangkan Tuhan tidak pernah tenggelam. Dengan demikian, bulan bukan Tuhan. Hanya saja Al quran mengungkapnya secara ringkas dan implisit.

Pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan hanya akan didapat secara aksiomatik dengan dua premis berikut ini: pertama, bahwa bulan suka tenggelam; kedua, bahwa Tuhan tidak tenggelam. Jika engkau sudah mengetahui dua premis ini, maka pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan menjadi pengetahuan yang aksiomatik.

Ia : " Aku tidak meragukan kesimpulan yang menyatakan bahwa bulan bukan Tuhan terlahir dari dua premis tersebut, karena kedua premis itu telah diketahui. Aku sudah tahu bahwa bulan suka tenggelam, karena bisa dilihat dengan mata. Namun, tentang Tuhan tidak tenggelam, aku tidak mengetahuinya, baik secara aksiomatik maupun secara inderawi. 

Aku : " Dengan menceritakan hikayat timbangan ini, aku tidak bermaksud memberitahumu bahwa bulan suka tenggelam. Akan tetapi, aku ingin  mengatakan kepadamu bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan yang dihasilkanya termasuk pengetahuan yang aksiomatik. Dalam kasus di atas, al khalil a.s. memperoleh pengetahuan dengan timbangan ini karena beliau sudah tahu bahwa yang namanya Tuhan tidak akan pernah tenggelam, meskipun hal itu bukan ilmu pertama baginya, melainkan sebuah kesimpulan dari dua premis lain, yaitu : " Tuhan tidak berubah ; segala yang berubah adalah baru, " dan tenggelam adalah sebuah perubahan. Al khalil membangun timbangan ini dengan dasar pengetahuan yang telah dimilikinya. Karena itu, selahkan ambil timbangan ini dan pergunakanlah jika engkau sudah mempunyai dua premis; mayor dan minor.

Ia : " Aku sudah paham bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan di atas merupakan kesimpulan dari dua premis, bila keduanya telah menjadi pengetahuan.  Akan tetapi, aku berharap anda mau menjelaskan batasan dan hakikat timbangan ini. Kemudian, anda jelaskan pula standarnya dengan yang sudah aku ketahui. Berikan pula contoh penggunaanya dalam persoalan - persoalan yang musykil, karena menurutku kesimpulan yang mengatakan bahwa bulan bukan Tuhan bagiku merupakan hal yang sudah jelas." 



Aku : Batasanya adalah bahwa salah satu dari dua hal disifati dengan sebuah sifat, kemudian negasi sifat tersebut dijadikan sifat bagi hal yang satunya lagi. Jelasnya, hal yang kedua tidak tersifati dengan sifat tersebut, sehingga keduanya berbeda. Batasan timbangan keseimbangan kategori besar adalah bahwa hukum atas yang umum berlaku bagi yang khusus dan otomatis yang khusus itu termasuk di dalamnya. Sedangkan batasan timbangan keseimbangan kategori pertengahan ini adalah adanya sesuatu yang dinafikan dari sifat yang ditetapkan kepada sesuatu yang lain. Karenanya keduanya berlainan. Sebagai contoh, Tuhan dinafikan dari sifat tenggelam dan sifat tenggelam ditetapkan kepada bulan. Hal ini mengharuskan Tuhan berbeda dengan bulan : bulan bukan Tuhan dan Tuhan bukan bulan.

Allah SWT telah mengajarkan penggunaan timbangan ini kepada Nabi Muhammad SAW. Di beberapa tempat dalam Al quran mengikuti jejak ‘Bapaknya” Al khalil AS untuk sekedar contoh, aku akan mengemukakan dua sampel saja, yang lainya bisa engkau cari sendiri dari ayat – ayat Al quran. 
Pertama, Allah SWT berfirman :
Katakanlah, ‘lalu mengapa Allah menyiksa kalian karena dosa – dosa kalian ?, ( kalian bukanlah anak – anak Allah dan kekasih – Nya ), tetapi kalian adalah manusia ( biasa ) di antara orang – orang yang diciptakan-Nya. ( QS 5 : 18 ).
Firman ini diturunkan, karena orang – orang yahudi mengaku sebagai anak – anak Allah. Allah mengajari Rosululloh SAW. Bagaimana cara meladeni mereka dengan menggunakan timbangan yang benar. Allah berfirman : katakanlah, ‘ lalu mengapa Allah menyiksa kalian karena dosa – dosa kalian ? penjelasan yang lebih sempurna tentang timbangan ini adalah : yang namanya anak – anak tidak akan disiksa, sedangkan kalian disiksa. Dengan demikian, kalian bukanlah anak – anak Allah. Disini ada dua premis : pertama, anak – anak tidak akan disiksa. Ini diketahui berdasarkan pengalaman; kedua, kalian disiksa. Ini diketahui berdasarkan penglihatan. Dari kedua premis itu dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kalian bukan anak – anak Allah.
Kedua, Allah SWT berfirman :
Katakanlah,’Wahai orang – orang Yahudi, jika kalian mengklaim bahwa kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kalian orang – orang yang benar.” Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu untuk selama – lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri (QS 62:6-7).
Firman ini diturunkan, karena orang – orang yahudi mengaku sebagai kekasih Allah. Sudah maklum bila seorang kekasih mendambakan pertemuan dengan kekasihnya. Juga sudah maklum bahwa orang – orang yahudi tidak pernah mendambakan kematian yang merupakan media untuk bisa bertemu dengan Allah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mereka bukan kekasih Allah.
Penjelasan lengkap timbangan ini adalah : setiap kekasih akan selalu mendambakan bisa bertemu dengan kekasihnya, orang – orang yahudi tidak mendambakan pertemuan dengan Allah. Maka dapat disimpulkan bahwa orang – orang yahudi bukan kekasih Allah. Batasanya, bahwa mendambakan pertemuan merupakan sifat seorang kekasih, sedangkan sifat tersebut tidak dimiliki oleh orang – orang Yahudi. Dengan demikian kekasih dan orang – orang yahudi berbeda satu sama lain, karena yang satu menyangkal yang lainya. Dengan demikian, kekasih ( Allah ) bukan orang yahudi dan orang yahudi bukan kekasih.
Menurutku, standar untuk timbangan ini dari yang sudah maklum tidak engkau perlukan lagi, karena timbangan ini sudah begitu gambling. Akan tetapi, kalau engkau masih ingin mengetahuinya, maka perhatikanlah contoh berikut : jika engkau sudah tahu bahwa batu adalah benda mati, lalu engkau tahu bahwa manusia bukan benda mati, maka dari situ engkau pasti tahu bahwa manusia bukan batu. Sebab, benda mati merupakan sifat batu dan bukan sifat manusia. Dengan demikian, manusia bukan batu dan batu bukan manusia.
Penggunaan timbangan ini dalam persoalan pelik cukup banyak. Salah satu cabang pengetahuan adalah pengetahuan tentang taqdis ( penyucian ), yaitu menyucikan Allah SWT dari segala yang tidak layak untuk-Nya. Semua pengetahuan taqdis ditimbang dengan timbangan ini. Al khalil AS telah menggunakan timbangan ini dalam upaya taqdisnya. Beliau mengajarkan kepada kita cara menimbang dengan timbangan ini. Dengan timbangan inilah penafian jismiah ( personifikasi ) dari Allah diketahui. Dengan timbangan ini engkau juga bisa mengatakan bahwa Tuhan bukan substansi yang menempati ruang (jawhar mutahayyiz), karena Tuhan bukan ‘akibat’ (ma’lul). Setiap yang menempati ruang, karena teridentifikasi khusus oleh menempati ruang yang merupakan ciri khususnya, berarti ia ‘akibat’. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa Tuhan bukan substansi ( yang menempati ruang ). Engkau juga bisa mengatakan Dia bukan aksiden, karena aksiden tidak hidup dan tidak berilmu. Sementara Tuhan hidup dan mengetahui. Dengan demikian Dia bukan aksiden. Selain dua contoh di atas, pengetahuan masalah – masalah taqdis lainya pun dapat diketahui dengan cara merangkapkan dua premis seperti itu. Premis pertama negative yang artinya menafikan, dan premis yang kedua positif yang artinya menetapkan. Dari keduanya terlahir pengetahuan penyangkalan dan penyucian.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...