* neraca kebenaran * |
Aku : " Timbangan yang satu ini juga diperkenalkan oleh Ibrahim Al Khalil a.s dimana beliau berkata , " Aku tidak suka kepada yang terbenam " ( Q.S 6 : 76 )
Gambaran lengkap tentang timbangan ini adalah, bahwa bulan ( yang di duga sebagai Tuhan ) ternyata tenggelam, sedangkan Tuhan tidak pernah tenggelam. Dengan demikian, bulan bukan Tuhan. Hanya saja Al quran mengungkapnya secara ringkas dan implisit.
Pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan hanya akan didapat secara aksiomatik dengan dua premis berikut ini: pertama, bahwa bulan suka tenggelam; kedua, bahwa Tuhan tidak tenggelam. Jika engkau sudah mengetahui dua premis ini, maka pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan menjadi pengetahuan yang aksiomatik.
Ia : " Aku tidak meragukan kesimpulan yang menyatakan bahwa bulan bukan Tuhan terlahir dari dua premis tersebut, karena kedua premis itu telah diketahui. Aku sudah tahu bahwa bulan suka tenggelam, karena bisa dilihat dengan mata. Namun, tentang Tuhan tidak tenggelam, aku tidak mengetahuinya, baik secara aksiomatik maupun secara inderawi.
Aku : " Dengan menceritakan hikayat timbangan ini, aku tidak bermaksud memberitahumu bahwa bulan suka tenggelam. Akan tetapi, aku ingin mengatakan kepadamu bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan yang dihasilkanya termasuk pengetahuan yang aksiomatik. Dalam kasus di atas, al khalil a.s. memperoleh pengetahuan dengan timbangan ini karena beliau sudah tahu bahwa yang namanya Tuhan tidak akan pernah tenggelam, meskipun hal itu bukan ilmu pertama baginya, melainkan sebuah kesimpulan dari dua premis lain, yaitu : " Tuhan tidak berubah ; segala yang berubah adalah baru, " dan tenggelam adalah sebuah perubahan. Al khalil membangun timbangan ini dengan dasar pengetahuan yang telah dimilikinya. Karena itu, selahkan ambil timbangan ini dan pergunakanlah jika engkau sudah mempunyai dua premis; mayor dan minor.
Ia : " Aku sudah paham bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan di atas merupakan kesimpulan dari dua premis, bila keduanya telah menjadi pengetahuan. Akan tetapi, aku berharap anda mau menjelaskan batasan dan hakikat timbangan ini. Kemudian, anda jelaskan pula standarnya dengan yang sudah aku ketahui. Berikan pula contoh penggunaanya dalam persoalan - persoalan yang musykil, karena menurutku kesimpulan yang mengatakan bahwa bulan bukan Tuhan bagiku merupakan hal yang sudah jelas."
Gambaran lengkap tentang timbangan ini adalah, bahwa bulan ( yang di duga sebagai Tuhan ) ternyata tenggelam, sedangkan Tuhan tidak pernah tenggelam. Dengan demikian, bulan bukan Tuhan. Hanya saja Al quran mengungkapnya secara ringkas dan implisit.
Pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan hanya akan didapat secara aksiomatik dengan dua premis berikut ini: pertama, bahwa bulan suka tenggelam; kedua, bahwa Tuhan tidak tenggelam. Jika engkau sudah mengetahui dua premis ini, maka pengetahuan tentang penyangkalan ketuhanan bulan menjadi pengetahuan yang aksiomatik.
Ia : " Aku tidak meragukan kesimpulan yang menyatakan bahwa bulan bukan Tuhan terlahir dari dua premis tersebut, karena kedua premis itu telah diketahui. Aku sudah tahu bahwa bulan suka tenggelam, karena bisa dilihat dengan mata. Namun, tentang Tuhan tidak tenggelam, aku tidak mengetahuinya, baik secara aksiomatik maupun secara inderawi.
Aku : " Dengan menceritakan hikayat timbangan ini, aku tidak bermaksud memberitahumu bahwa bulan suka tenggelam. Akan tetapi, aku ingin mengatakan kepadamu bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan yang dihasilkanya termasuk pengetahuan yang aksiomatik. Dalam kasus di atas, al khalil a.s. memperoleh pengetahuan dengan timbangan ini karena beliau sudah tahu bahwa yang namanya Tuhan tidak akan pernah tenggelam, meskipun hal itu bukan ilmu pertama baginya, melainkan sebuah kesimpulan dari dua premis lain, yaitu : " Tuhan tidak berubah ; segala yang berubah adalah baru, " dan tenggelam adalah sebuah perubahan. Al khalil membangun timbangan ini dengan dasar pengetahuan yang telah dimilikinya. Karena itu, selahkan ambil timbangan ini dan pergunakanlah jika engkau sudah mempunyai dua premis; mayor dan minor.
Ia : " Aku sudah paham bahwa timbangan ini benar dan pengetahuan di atas merupakan kesimpulan dari dua premis, bila keduanya telah menjadi pengetahuan. Akan tetapi, aku berharap anda mau menjelaskan batasan dan hakikat timbangan ini. Kemudian, anda jelaskan pula standarnya dengan yang sudah aku ketahui. Berikan pula contoh penggunaanya dalam persoalan - persoalan yang musykil, karena menurutku kesimpulan yang mengatakan bahwa bulan bukan Tuhan bagiku merupakan hal yang sudah jelas."
Aku : Batasanya adalah bahwa
salah satu dari dua hal disifati dengan sebuah sifat, kemudian negasi sifat
tersebut dijadikan sifat bagi hal yang satunya lagi. Jelasnya, hal yang kedua
tidak tersifati dengan sifat tersebut, sehingga keduanya berbeda. Batasan
timbangan keseimbangan kategori besar adalah bahwa hukum atas yang umum berlaku
bagi yang khusus dan otomatis yang khusus itu termasuk di dalamnya. Sedangkan
batasan timbangan keseimbangan kategori pertengahan ini adalah adanya sesuatu
yang dinafikan dari sifat yang ditetapkan kepada sesuatu yang lain. Karenanya
keduanya berlainan. Sebagai contoh, Tuhan dinafikan dari sifat tenggelam dan
sifat tenggelam ditetapkan kepada bulan. Hal ini mengharuskan Tuhan berbeda
dengan bulan : bulan bukan Tuhan dan Tuhan bukan bulan.
Allah SWT telah mengajarkan
penggunaan timbangan ini kepada Nabi Muhammad SAW. Di beberapa tempat dalam Al
quran mengikuti jejak ‘Bapaknya” Al khalil AS untuk sekedar contoh, aku akan
mengemukakan dua sampel saja, yang lainya bisa engkau cari sendiri dari ayat –
ayat Al quran.
Pertama, Allah
SWT berfirman :
Katakanlah, ‘lalu mengapa
Allah menyiksa kalian karena dosa – dosa kalian ?, ( kalian bukanlah anak –
anak Allah dan kekasih – Nya ), tetapi kalian adalah manusia ( biasa ) di
antara orang – orang yang diciptakan-Nya. ( QS 5 : 18 ).
Firman ini diturunkan, karena
orang – orang yahudi mengaku sebagai anak – anak Allah. Allah mengajari
Rosululloh SAW. Bagaimana cara meladeni mereka dengan menggunakan timbangan
yang benar. Allah berfirman : katakanlah, ‘ lalu mengapa Allah menyiksa
kalian karena dosa – dosa kalian ? penjelasan yang lebih sempurna tentang
timbangan ini adalah : yang namanya anak – anak tidak akan disiksa, sedangkan
kalian disiksa. Dengan demikian, kalian bukanlah anak – anak Allah. Disini ada
dua premis : pertama, anak – anak tidak akan disiksa. Ini
diketahui berdasarkan pengalaman; kedua, kalian disiksa. Ini diketahui berdasarkan
penglihatan. Dari kedua premis itu dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kalian
bukan anak – anak Allah.
Kedua, Allah SWT berfirman :
Katakanlah,’Wahai orang – orang Yahudi, jika
kalian mengklaim bahwa kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia yang lain,
maka harapkanlah kematianmu, jika kalian orang – orang yang benar.” Mereka
tidak akan mengharapkan kematian itu untuk selama – lamanya disebabkan
kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri (QS
62:6-7).
Firman ini diturunkan, karena orang –
orang yahudi mengaku sebagai kekasih Allah. Sudah maklum bila seorang kekasih
mendambakan pertemuan dengan kekasihnya. Juga sudah maklum bahwa orang – orang
yahudi tidak pernah mendambakan kematian yang merupakan media untuk bisa
bertemu dengan Allah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mereka bukan
kekasih Allah.
Penjelasan lengkap timbangan ini
adalah : setiap kekasih akan selalu mendambakan bisa bertemu dengan kekasihnya,
orang – orang yahudi tidak mendambakan pertemuan dengan Allah. Maka dapat
disimpulkan bahwa orang – orang yahudi bukan kekasih Allah. Batasanya, bahwa
mendambakan pertemuan merupakan sifat seorang kekasih, sedangkan sifat tersebut
tidak dimiliki oleh orang – orang Yahudi. Dengan demikian kekasih dan orang –
orang yahudi berbeda satu sama lain, karena yang satu menyangkal yang lainya.
Dengan demikian, kekasih ( Allah ) bukan orang yahudi dan orang yahudi bukan
kekasih.
Menurutku, standar untuk timbangan ini
dari yang sudah maklum tidak engkau perlukan lagi, karena timbangan ini sudah
begitu gambling. Akan tetapi, kalau engkau masih ingin mengetahuinya, maka
perhatikanlah contoh berikut : jika engkau sudah tahu bahwa batu adalah benda
mati, lalu engkau tahu bahwa manusia bukan benda mati, maka dari situ engkau
pasti tahu bahwa manusia bukan batu. Sebab, benda mati merupakan sifat batu dan
bukan sifat manusia. Dengan demikian, manusia bukan batu dan batu bukan
manusia.
Penggunaan timbangan ini dalam
persoalan pelik cukup banyak. Salah satu cabang pengetahuan adalah pengetahuan
tentang taqdis ( penyucian ), yaitu menyucikan Allah SWT dari segala yang tidak
layak untuk-Nya. Semua pengetahuan taqdis ditimbang dengan timbangan ini. Al
khalil AS telah menggunakan timbangan ini dalam upaya taqdisnya. Beliau
mengajarkan kepada kita cara menimbang dengan timbangan ini. Dengan timbangan
inilah penafian jismiah ( personifikasi ) dari Allah diketahui. Dengan timbangan
ini engkau juga bisa mengatakan bahwa Tuhan bukan substansi yang menempati
ruang (jawhar mutahayyiz), karena Tuhan bukan ‘akibat’ (ma’lul). Setiap yang
menempati ruang, karena teridentifikasi khusus oleh menempati ruang yang
merupakan ciri khususnya, berarti ia ‘akibat’. Dari situ dapat ditarik
kesimpulan bahwa Tuhan bukan substansi ( yang menempati ruang ). Engkau juga
bisa mengatakan Dia bukan aksiden, karena aksiden tidak hidup dan tidak
berilmu. Sementara Tuhan hidup dan mengetahui. Dengan demikian Dia bukan
aksiden. Selain dua contoh di atas, pengetahuan masalah – masalah taqdis lainya
pun dapat diketahui dengan cara merangkapkan dua premis seperti itu. Premis
pertama negative yang artinya menafikan, dan premis yang kedua positif yang
artinya menetapkan. Dari keduanya terlahir pengetahuan penyangkalan dan
penyucian.
0 comments:
Posting Komentar