Aku : Kawanku yang malang ! sekarang
dengarkan penjesalan tentang timbangan kawan – kawanmu, karena engkau telah
berlebih – lebihan terlalu jauh. Ketahuilah ! bahwa semua timbangan yang pernah
aku paparkan kepadamu bersumber dari Al quran. Dalam hal ini, setan memiliki
timbangan yang dibikin mirip dengan timbangan – timbangan kebenaran tersebut
agar timbanganya digunakan. Kalau digunakan, kesimpulan yang dihasilkanya pasti
salah.
Sebenarnya setan hanya akan bisa masuk melalui tempat – tempat yang bercelah. Barang siapa menutup celah dengan rapat, niscaya ia aman dari setan. Tempat – tempat bercelah seta nada sepuluh. Aku merangkum dan menjelaskanya dalam buku muhik al nazhar dan mi’ya al ilmi. Dalam buku itu, aku sertakan juga detail – detail syarat timbangan.
Sengaja hal itu tidak aku ceritakan sekarang, karena otakmu tidak akan memahaminya. Jika engkau ingin mengetahui penjelasanya secara lengkap, lihat saja buku Muhik al nazhar. Jika engkau ingin mengetahui penjelasanya secara terperinci, engkau bisa dapatkan dalam kitab Mi’yar al ilm. Untuk saat ini aku akan memberikan satu contoh saja, yaitu godaan yang dibisikan setan ke benak Ibrahim Al Khalil AS dimana Allah Ta’ala berfirman :
Dan kami tidak mengutus sebelum sengkau seorang rosulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan memasukan godaan – godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat – ayat – Nya (QS 22 : 52 )
Bisikan setan itu terjadi pada saat
Ibrahim memperhatikan matahari, beliau berkata, “ inilah Tuhanku. Ini lebih
besar.” Karena kelebih besaran inilah setan bermaksud memperdaya Ibrahim AS
aplikasi timbangan setan dalam persoalan ini adalah : Tuhan adalah Yang Maha
Besar. Ini merupakan premis yang sudah maklum dan disepakati bersama. Matahari
adalah bintang yang paling besar. Ini premis kedua yang sudah maklum berdasarkan
pengamatan indera. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa matahari adalah
Tuhan. Begitulah kesimpulanya dan timbangan tersebut adalah timbangan setan
yang dibikin mirip dengan timbangan keseimbangan ( ta’adul ) kategori kecil.
Besar adalah sifat yang disandarkan Tuhan dan Matahari. Setan mengilusikan
bahwa salah satu diantara keduanya disifati dengan yang lain.
Sebenarnya timbangan setan di atas
beda dengan timbangan keseimbangan kategori kecil. Batasan timbangan kecil
adalah adalah ditemukanya satu sifat untuk dua hal. Jika ada dua sifat untuk
satu hal, berarti salah satu dari dua sifat tersebut disifati dengan yang
lainya, sebagaimana telah dipaparkan dalam penjelasan timbangan keseimbangan
kategori kecil. Sementara jika ada satu sifat untuk dua hal, maka salah satu
diantara dua hal tersebut tidak bisa disifati dengan hal yang lain. Lihatlah
bagaimana setan menyesatkan dengan memutar balikan batasan timbangan ini.
Contoh standar timbangan yang batil
ini dari pengetahuan yang sudah umum adalah bahwa warna disandang oleh hitam
dan putih. Dari kenyataan itu tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa putih
tersifati dengan hitam atau sebaliknya hitam dengan putih. Bahkan kalau ada
seseorang yang mengatakan: “Putih adalah warna dan hitam adalah warna. Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa hitam adalah putih,” Jelas sekali pernyataan itu
salah besar. Demikian juga pernyataan “Tuhan Maha Besar dan Matahari juga
besar. Dengan demikian berarti matahari adalah tuhan” adalah sebuah pernyataan
yang salah. Sebab, mungkin saja dua hal yang berlawanan memiliki sifat yang
sama. Tersifatinya dua hal dengan satu sifat tidak mengakibatkan adanya
keterkaitan antara kedua hal tersebut. Sementara tersifatinya satu hal dengan
dua sifat mengharuskan adanya keterkaitan antara dua sifat itu. Setiap orang
yang bisa memahami ini tentu bisa membedakan antara tersifatinya satu hal
dengan dua sifat dengan tersifatinya dua hal dengan satu sifat.
Ia : Kebatilan timbangan setan ini
menurutku sudah jelas. Lalu kapan pakar pengajaran menimbang pendapat mereka
dengan timbangan ini ?
Aku : Banyak sekali pendapat –
pendapat mereka yang ditimbang dengan timbangan setan ini. Aku tidak mau menyia
– nyiakan waktu dengan menceritakanya. Namun, untuk sekedar contoh akan aku
tunjukan satu saja. Tentu engkau sering mendengar pernyataan – pernyataan
mereka bahwa kebenaran identik dengan kemanunggalan dan kebatilan identik
dengan kepluralisan; mazhab penalaran mengarah pada kepluralisan sedangkan
mazhab pengajaran mengarah pada kemanunggalan. Dari situ dapat disimpulkan
bahwa kebenaran ada pada mazhab pengajaran.
Ia : Memang aku sering mendengar hal
ini. Aku yakin pernyataan ini sangat argumentative, dan sepengetahuanku ini
merupakan argumentasi yang pasti dan tidak bisa diragukan lagi.
Aku : Pernyataan tersebut merupakan
hasil timbangan setan. Lihat ! bagaimana kawan – kawanmu terjebak menggunakan
penalaran dan timbangan setan dalam membatalkan timbangan Al Khalil AS dan timbangan – timbangan
lainya.
Ia : Mana buktinya pernyataan tersebut
di dasarkan pada timbangan setan ?
Aku : Setan menyimpangsiurkan
timbangan – timbangan dengan cara memperbanyak perkataan dan mengacaukan
perkataan tersebut sehingga letak kesimpang siuranya tidak diketahui.
Pernyataan di atas sebenarnya sangat panjang, yang pada intinya adalah bahwa
kebenaran memiliki sifat kemanunggalan, ini premis pertama ; dan mazhab
pengajaran pun memiliki sifat kemanunggalan, ini premis kedua. Dari situ
disimpulkan bahwa mazhab pengajaran yang tersifati dengan kemanunggalan adalah
sesuatu yang tersifati dengan kebenaran. Alasan yang mereka kemukakan adalah
bahwa kemanunggalan adalah satu sifat. Lalu ada dua hal yang tersifati
denganya. Karenanya salah satu dari dua hal itu wajib tersifati dengan yang
lain. Pernyataan itu tidak jauh beda dengan ungkapan seseorang : warna adalah
sifat yang menyifati putih dan hitam. Dari situ dapat disimpulkan bahwa putih
tersifati dengan hitam. Juga seperti pernyataan setan : lebih besar adalah
sifat yang menyifati Allah dan matahari. Dari situ dapat disimpulkan bahwa
matahari tersifati dengan ketuhanan. Antara ketiga pertimbangan di atas, yaitu
adanya warna bagi hitam dan putih, adanya lebih besar bagi Tuhan dan matahari,
dan adanya kemanunggalan bagi pakar pengajaran dan kebenaran, tidak jau beda.
Renungkanlah hal ini, niscaya engkau dapat memahaminya.
Ia : Aku sudah paham dengan benar.
Akan tetapi, aku tidak puas kalau anda hanya mengemukakan satu contoh saja.
Coba ceritakan contoh lain dari timbangan kawan – kawanku, supaya hatiku kian
mantap mengetahui keterperdayaan mereka dalam menggunakan timbangan – timbangan
setan !
Aku : Apakah engkau belum pernah
mendengar pernyataan mereka bahwa untuk mengetahui kebenaran hanya ada dua
jalan, yaitu dengan penalaran murni atau dengan pengajaran murni ? apabila yang
satu batal maka tetaplah yang lainya. Kenyataanya, menemukan kebenaran dengan
menggunakan penalaran akal murni adalah batal karena akal manusia dan mazhab –
mazhab sering kontradiksi satu sama lain. Dengan demikian dapat ditetapkan
bahwa kebenaran hanya dapat piperoleh dengan pengajaran.
Ia : Tentu aku sering mendengar
pernyataan itu. Itu adalah kunci dakwah dan judul hujjah mereka.
Aku : Kalau engkau mau tahu,
pernyataan tersebut ditimbang dengan timbangan setan yang dibikin mirip dengan
timbangan pertentangan ( ta’anud ). Pembatalan salah satu dari dua bagian
menyimpulkan ketetapan bagi yang lain, tetapi dengan syarat bagian tersebut
merupakan bagian yang tebatas ( munhasharah ) bukan bagian yang tidak terbatas
( muntashirah ). Setan memalsukan yang tidak terbatas kepada yang terbatas.
Pernyataan di atas tidak terbatas, karena tidak terlingkari antara penyangkalan
dan penetapan. Di antara keduanya masih ada kemungkinan ketiga, yaitu bahwa
kebenaran dapat diperoleh dengan menggabungkan penalaran dan pengajaran.
Contoh standar dari yang sudah maklum
adalah ucapan seseorang yang mengatakan : warna – warna diketahui bukan dengan
mata, tetapi dengan sinar matahari. Tahukah engkau kenapa demikian ?
Ia : Karena warna hanya bisa diketahui
dengan mata atau dengan cahaya matahari. Kenyataanya, mengetahui warna dengan
mata terbantahkan, karena pada malam hari mata tidak bisa melihatnya. Dengan
demikian dapat ditetapkan bahwa warna hanya bisa diketahui dengan cahaya
matahari.
Aku : Kawanku yang malang ! dalam
persoalan melihat warna ada kemungkinan ketiga, yaitu warna bisa dilihat dengan
mata, tetapi ketika ada cahaya matahari.
Ia : Ya sudah, aku paham. Akan tetapi,
aku ingin anda memberikan penjelasan tambahan tentang letak kesalahan mereka
dalam contoh yang pertama, yaitu masalah kebenaran dan kemanunggalan. Menurutku,
untuk mengetahui letak kesalahanya sangat sulit sekali.
Aku : Letak kesalahan dari contoh yang
telah aku paparkan itu adalah mencampuradukan penyematan satu sifat kepada dua
hal dengan penyematan dua sifat kepada satu hal. Pangkal kesalahan ini adalah
‘anggapan terbalik’. Orang yang meyakini bahwa setiap yang satu adalah
kebenaran boleh jadi karena ia menduga bahwa kebenaran adalah satu. Pernyataan
ini sebetulnya tidak berkesimpulan terbalik seperti itu. Memang bisa ditarik
kesimpulan terbalik, tetapi kesimpulan terbalik yang khusus, yaitu bahwa
sebagian yang satu adalah kebenaran. Dari perkataanmu ‘setiap manusia adalah
hewan’ tidak bisa ditarik kesimpulan terbalik yang umum : bahwa setiap hewan
adalah manusia. Kesimpulan terbalik yang dapat ditarik dari perkataanmu itu
adalah bahwa sebagian hewan adalah manusia.
Tidak ada tipu daya setan yang lebih
berat dan lebih banyak dalam menguasai orang – orang lemah daripada tipuanya
dengan anggapan terbalik yang umum. Sampai – sampai tipuan ini menjalar kepada
hal – hal inderawi, sehingga ada orang yang ketakutan ketika melihat seutas
tali hitam yang berbintik – bintik, karena tali tersebut mirip dengan ular.
Ketakutan tersebut disebabkan oleh pengetahuanya bahwa setiap ular panjang dan
berbintik – bintik. Khayalanya langsung menarik kesimpulan terbalik yang umum
dan menetapkan bahwa setiap yang hitam panjang dan berbintik – bintik adalah
ular. Padahal, kesimpulan terbalik dari pengetahuan itu hanyalah kesimpulan
khusus, yaitu sebagian yang panjang dan berbintik – bintik adalah ular, bukan
semuanya. Persoalan kebalikan ini memang rumit. Engkau tidak akan memahaminya,
kecuali jika engkau sudah membaca kitab muhik al nazhar dan mi’yar al ilm.
Ia : Dengan setiap contoh yang anda
kemukakan, aku makin mendapatkan ketenangan untuk mengetahui timbangan –
timbangan setan. Karena itu, aku minta anda jangan kikir menuturkan contoh –
contoh timbangan setan yang lain !
Aku : Kebobrokan timbangan setan itu
kadang bersumber dari kesalahan penyusunan premis – premis, sekira keterkaitan
antara kedua piringan dengan tangkainya tidak benar. Terkadang juga kebobrokan
itu bersumber dari piringan itu sendiri dan kejelekan bahan bakunya. Piringan
timbangan seharusnya dibuat dari besi, tembaga, atau paling tidak dari kulit
binatang. Maka, kalau piringan dibuat dari salju atau kapas, tentu tidak akan
bisa digunakan untuk menimbang. Layaknya sebuah pedang, kadang menjadi jelek
Karena cacat pada bentuknya, sekira berbentuk seperti tongkat, tidak melebar
dan tidak tajam. Dan kadang juga karena kejelekan bahan bakunya, sekira pedang
itu dibuat dari kayu atau tanah. Seperti itu pula timbangan setan. Kadang
kebobrokanya disebabkan karena kesalahan penyusunanya, seperti yang sudah aku
paparkan dalam contoh besarnya matahari dan kemanunggalan kebenaran. Keduanya
cacat dan terbalik. Kadang juga karena kejelekan bahanya. Sebagai contoh adalah
ucapan iblis : “ Aku lebih baik daripada adam, karena Engkau menciptakanku dari
api, sementara Engkau menciptakanya dari Tanah,” ketika menjawab Firman Allah Ta’ala
: Hai Iblis, apakah
yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku ciptakan dengan kedua tangan
Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu ( merasa ) termasuk orang –
orang yang ( lebih ) tinggi ? ( QS 38 : 75 ). Di sini iblis
menggunakan dua timbangan. Alasan yang ia kemukakan kenapa menolak bersujud
kepada Adam adalah karena ia lebih baik dari adam. Kemudian ia menetapkan
kelebih baikanya karena ia diciptakan dari api, sedangkan Adam dicipta dari
tanah. Jika bagian demi bagian argumentasi iblis ini dikaji, timbanganya Nampak
tersusun lurus, hanya saja materinya salah. Kalau digambarkan secara lengkap
dengan timbanganya, Iblis berkata : “ Apa yang diciptakan dari api adalah lebih
baik, dan yang lebih baik tidak perlu bersujud. Dengan demikian aku tidak perlu
bersujud. “
kedua premis analogi ini tertolak, karena tidak maklum dan merupakan pengetahuan yang samar, tetapi ditimbang dengan pengetahuan yang jelas. Apa yang disebutkan oleh Iblis itu tidak jelas dan tidak bisa diterima. Mungkin kita bisa menerima bahwa yang lebih baik tidak perlu bersujud. Sebab, keharusan dan kepantasan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan. Di sini iblis mengabaikan pembuktian premis yang kedua ( bahwa keharusan dan kelayakan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan ), dan lebih senang mengajukan dalil bahwa ia lebih baik karena ia diciptakan dari api. Ini merupakan pengakuan kelebih baikan yang di dasarkan karena nasab.
kedua premis analogi ini tertolak, karena tidak maklum dan merupakan pengetahuan yang samar, tetapi ditimbang dengan pengetahuan yang jelas. Apa yang disebutkan oleh Iblis itu tidak jelas dan tidak bisa diterima. Mungkin kita bisa menerima bahwa yang lebih baik tidak perlu bersujud. Sebab, keharusan dan kepantasan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan. Di sini iblis mengabaikan pembuktian premis yang kedua ( bahwa keharusan dan kelayakan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan ), dan lebih senang mengajukan dalil bahwa ia lebih baik karena ia diciptakan dari api. Ini merupakan pengakuan kelebih baikan yang di dasarkan karena nasab.
Kalau digambarkan secara lengkap,
argumentasi dan timbangan iblis di atas akan seperti ini : sesuatu yang
dinisbatkan kepada yang lebih baik adalah lebih baik. Dengan demikian aku lebih
baik. Kedua premis ini juga keliru. Kita tidak dapat menerima bahwa sesuatu
yang dinisbatkan kepada yang lebih baik adalah lebih baik. Kelebih baikan lebih
disibabkan karena sifat diri, bukan karena nasab. Ambil contoh, mungkin saja
besi lebih baik dari kaca, tetapi kemudian sesuatu yang terbuat dari kaca
dengan rekayasa yang baik boleh jadi akan lebih baik daripada sesuatu yang
terbuat dari besi. Kita berpendapat bahwa Ibrahim AS lebih baik daripada putra
Nuh, sekalipun Ibrahim keturunan azar seorang yang kafir, sedangkan putra Nuh
keturunan seorang Nabi. Mengenai premis bahwa ia tercipta dari yang lebih baik
karena api lebih baik daripada tanah liat (thin), juga tidak bisa diterima.
Justru tanahlah yang lebih baik, karena ia berasal dari debu dan air. Sering
dikatakan bahwa kombinasi kedua bahan itulah yang membentuk hewan dan tanaman,
dan karena keduanyalah terjadi pertumbuhan. Sementara itu, api justru yang
merusak dan menghancurkan segala hal. Dengan demikian ucapan Iblis
‘sesungguhnya api lebih baik’ batal.
Timbangan – timbangan di atas
bentuknya benar tapi materinya keliru, mirip dengan pedang yang terbuat dari
kayu, bahkan seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang oleh orang yang
dahaga disangka air. Namun, begitu didekati ia tidak menemukan apapun. Seperti
itulah para pakar pengajaran akan melihat keadaan – keadaan mereka di hari
kiamat kelak, tatkala hakikat – hakikat timbangan mereka disingkapkan. Ini juga
merupakan salah satu pintu – pintu setan yang mesti ditutup rapat – rapat.
Bahan yang benar untuk digunakan dalam
berpikir haruslah premis yang sudah diketahui ( maklum ) secara pasti, baik
berdasarkan indera ataupun berdasarkan pengalaman; baik lewat penginformasian
yang benar – benar mutawatir; dengan pemikiran pertama, atau dengan penarikan
kesimpulan dari semua itu. Adapun bahan yang dipakai dalam berdebat haruslah
sesuatu yang diakui dan diterima oleh lawan debat, walaupun bagi yang
mengemukakanya belum begitu maklum. Bahan tersebut bisa ia jadikan argumentasi
untuk memukul lawan tersebut. Begitulah yang berlaku dalam sebagian dalil –
dalil Al Quran. Kita tidak perlu mengingkari dalil – dalil Al quran ketika ada
kemungkinan – kemungkinan yang membuat kita meragukan premis – premisnya,
karena dalil – dalil tersebut ditujukan kepada orang – orang yang mengakuinya.
0 comments:
Posting Komentar