Jumat, 27 Juli 2012

Timbangan Setan Dan Penggunaanya


Aku : Kawanku yang malang ! sekarang dengarkan penjesalan tentang timbangan kawan – kawanmu, karena engkau telah berlebih – lebihan terlalu jauh. Ketahuilah ! bahwa semua timbangan yang pernah aku paparkan kepadamu bersumber dari Al quran. Dalam hal ini, setan memiliki timbangan yang dibikin mirip dengan timbangan – timbangan kebenaran tersebut agar timbanganya digunakan. Kalau digunakan, kesimpulan yang dihasilkanya pasti salah.

 Sebenarnya setan hanya akan bisa masuk melalui tempat – tempat yang bercelah. Barang siapa menutup celah  dengan rapat, niscaya ia aman dari setan. Tempat – tempat bercelah seta nada sepuluh. Aku merangkum dan menjelaskanya dalam buku muhik al nazhar dan mi’ya al ilmi. Dalam buku itu, aku sertakan juga detail – detail syarat timbangan.
Sengaja hal itu tidak aku ceritakan sekarang, karena otakmu tidak akan memahaminya. Jika engkau ingin mengetahui penjelasanya secara lengkap, lihat saja buku Muhik al nazhar. Jika engkau ingin mengetahui penjelasanya secara terperinci, engkau bisa dapatkan dalam kitab Mi’yar al ilm. Untuk saat ini aku akan memberikan satu contoh saja, yaitu godaan yang dibisikan setan ke benak Ibrahim Al Khalil AS dimana Allah Ta’ala berfirman :

Dan kami tidak mengutus sebelum sengkau seorang rosulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan memasukan godaan – godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat – ayat – Nya (QS 22 : 52 )
Bisikan setan itu terjadi pada saat Ibrahim memperhatikan matahari, beliau berkata, “ inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Karena kelebih besaran inilah setan bermaksud memperdaya Ibrahim AS aplikasi timbangan setan dalam persoalan ini adalah : Tuhan adalah Yang Maha Besar. Ini merupakan premis yang sudah maklum dan disepakati bersama. Matahari adalah bintang yang paling besar. Ini premis kedua yang sudah maklum berdasarkan pengamatan indera. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa matahari adalah Tuhan. Begitulah kesimpulanya dan timbangan tersebut adalah timbangan setan yang dibikin mirip dengan timbangan keseimbangan ( ta’adul ) kategori kecil. Besar adalah sifat yang disandarkan Tuhan dan Matahari. Setan mengilusikan bahwa salah satu diantara keduanya disifati dengan yang lain.
Sebenarnya timbangan setan di atas beda dengan timbangan keseimbangan kategori kecil. Batasan timbangan kecil adalah adalah ditemukanya satu sifat untuk dua hal. Jika ada dua sifat untuk satu hal, berarti salah satu dari dua sifat tersebut disifati dengan yang lainya, sebagaimana telah dipaparkan dalam penjelasan timbangan keseimbangan kategori kecil. Sementara jika ada satu sifat untuk dua hal, maka salah satu diantara dua hal tersebut tidak bisa disifati dengan hal yang lain. Lihatlah bagaimana setan menyesatkan dengan memutar balikan batasan timbangan ini.
Contoh standar timbangan yang batil ini dari pengetahuan yang sudah umum adalah bahwa warna disandang oleh hitam dan putih. Dari kenyataan itu tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa putih tersifati dengan hitam atau sebaliknya hitam dengan putih. Bahkan kalau ada seseorang yang mengatakan: “Putih adalah warna dan hitam adalah warna. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hitam adalah putih,” Jelas sekali pernyataan itu salah besar. Demikian juga pernyataan “Tuhan Maha Besar dan Matahari juga besar. Dengan demikian berarti matahari adalah tuhan” adalah sebuah pernyataan yang salah. Sebab, mungkin saja dua hal yang berlawanan memiliki sifat yang sama. Tersifatinya dua hal dengan satu sifat tidak mengakibatkan adanya keterkaitan antara kedua hal tersebut. Sementara tersifatinya satu hal dengan dua sifat mengharuskan adanya keterkaitan antara dua sifat itu. Setiap orang yang bisa memahami ini tentu bisa membedakan antara tersifatinya satu hal dengan dua sifat dengan tersifatinya dua hal dengan satu sifat.
Ia : Kebatilan timbangan setan ini menurutku sudah jelas. Lalu kapan pakar pengajaran menimbang pendapat mereka dengan timbangan ini ?
Aku : Banyak sekali pendapat – pendapat mereka yang ditimbang dengan timbangan setan ini. Aku tidak mau menyia – nyiakan waktu dengan menceritakanya. Namun, untuk sekedar contoh akan aku tunjukan satu saja. Tentu engkau sering mendengar pernyataan – pernyataan mereka bahwa kebenaran identik dengan kemanunggalan dan kebatilan identik dengan kepluralisan; mazhab penalaran mengarah pada kepluralisan sedangkan mazhab pengajaran mengarah pada kemanunggalan. Dari situ dapat disimpulkan bahwa kebenaran ada pada mazhab pengajaran.
Ia : Memang aku sering mendengar hal ini. Aku yakin pernyataan ini sangat argumentative, dan sepengetahuanku ini merupakan argumentasi yang pasti dan tidak bisa diragukan lagi.
Aku : Pernyataan tersebut merupakan hasil timbangan setan. Lihat ! bagaimana kawan – kawanmu terjebak menggunakan penalaran dan timbangan setan dalam membatalkan timbangan  Al Khalil AS dan timbangan – timbangan lainya.
Ia : Mana buktinya pernyataan tersebut di dasarkan pada timbangan setan ?
Aku : Setan menyimpangsiurkan timbangan – timbangan dengan cara memperbanyak perkataan dan mengacaukan perkataan tersebut sehingga letak kesimpang siuranya tidak diketahui. Pernyataan di atas sebenarnya sangat panjang, yang pada intinya adalah bahwa kebenaran memiliki sifat kemanunggalan, ini premis pertama ; dan mazhab pengajaran pun memiliki sifat kemanunggalan, ini premis kedua. Dari situ disimpulkan bahwa mazhab pengajaran yang tersifati dengan kemanunggalan adalah sesuatu yang tersifati dengan kebenaran. Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa kemanunggalan adalah satu sifat. Lalu ada dua hal yang tersifati denganya. Karenanya salah satu dari dua hal itu wajib tersifati dengan yang lain. Pernyataan itu tidak jauh beda dengan ungkapan seseorang : warna adalah sifat yang menyifati putih dan hitam. Dari situ dapat disimpulkan bahwa putih tersifati dengan hitam. Juga seperti pernyataan setan : lebih besar adalah sifat yang menyifati Allah dan matahari. Dari situ dapat disimpulkan bahwa matahari tersifati dengan ketuhanan. Antara ketiga pertimbangan di atas, yaitu adanya warna bagi hitam dan putih, adanya lebih besar bagi Tuhan dan matahari, dan adanya kemanunggalan bagi pakar pengajaran dan kebenaran, tidak jau beda. Renungkanlah hal ini, niscaya engkau dapat memahaminya.
Ia : Aku sudah paham dengan benar. Akan tetapi, aku tidak puas kalau anda hanya mengemukakan satu contoh saja. Coba ceritakan contoh lain dari timbangan kawan – kawanku, supaya hatiku kian mantap mengetahui keterperdayaan mereka dalam menggunakan timbangan – timbangan setan !
Aku : Apakah engkau belum pernah mendengar pernyataan mereka bahwa untuk mengetahui kebenaran hanya ada dua jalan, yaitu dengan penalaran murni atau dengan pengajaran murni ? apabila yang satu batal maka tetaplah yang lainya. Kenyataanya, menemukan kebenaran dengan menggunakan penalaran akal murni adalah batal karena akal manusia dan mazhab – mazhab sering kontradiksi satu sama lain. Dengan demikian dapat ditetapkan bahwa kebenaran hanya dapat piperoleh dengan pengajaran.
Ia : Tentu aku sering mendengar pernyataan itu. Itu adalah kunci dakwah dan judul hujjah mereka.
Aku : Kalau engkau mau tahu, pernyataan tersebut ditimbang dengan timbangan setan yang dibikin mirip dengan timbangan pertentangan ( ta’anud ). Pembatalan salah satu dari dua bagian menyimpulkan ketetapan bagi yang lain, tetapi dengan syarat bagian tersebut merupakan bagian yang tebatas ( munhasharah ) bukan bagian yang tidak terbatas ( muntashirah ). Setan memalsukan yang tidak terbatas kepada yang terbatas. Pernyataan di atas tidak terbatas, karena tidak terlingkari antara penyangkalan dan penetapan. Di antara keduanya masih ada kemungkinan ketiga, yaitu bahwa kebenaran dapat diperoleh dengan menggabungkan penalaran dan pengajaran.
Contoh standar dari yang sudah maklum adalah ucapan seseorang yang mengatakan : warna – warna diketahui bukan dengan mata, tetapi dengan sinar matahari. Tahukah engkau kenapa demikian ?
Ia : Karena warna hanya bisa diketahui dengan mata atau dengan cahaya matahari. Kenyataanya, mengetahui warna dengan mata terbantahkan, karena pada malam hari mata tidak bisa melihatnya. Dengan demikian dapat ditetapkan bahwa warna hanya bisa diketahui dengan cahaya matahari.
Aku : Kawanku yang malang ! dalam persoalan melihat warna ada kemungkinan ketiga, yaitu warna bisa dilihat dengan mata, tetapi ketika ada cahaya matahari.
Ia : Ya sudah, aku paham. Akan tetapi, aku ingin anda memberikan penjelasan tambahan tentang letak kesalahan mereka dalam contoh yang pertama, yaitu masalah kebenaran dan kemanunggalan. Menurutku, untuk mengetahui letak kesalahanya sangat sulit sekali.
Aku : Letak kesalahan dari contoh yang telah aku paparkan itu adalah mencampuradukan penyematan satu sifat kepada dua hal dengan penyematan dua sifat kepada satu hal. Pangkal kesalahan ini adalah ‘anggapan terbalik’. Orang yang meyakini bahwa setiap yang satu adalah kebenaran boleh jadi karena ia menduga bahwa kebenaran adalah satu. Pernyataan ini sebetulnya tidak berkesimpulan terbalik seperti itu. Memang bisa ditarik kesimpulan terbalik, tetapi kesimpulan terbalik yang khusus, yaitu bahwa sebagian yang satu adalah kebenaran. Dari perkataanmu ‘setiap manusia adalah hewan’ tidak bisa ditarik kesimpulan terbalik yang umum : bahwa setiap hewan adalah manusia. Kesimpulan terbalik yang dapat ditarik dari perkataanmu itu adalah bahwa sebagian hewan adalah manusia.
Tidak ada tipu daya setan yang lebih berat dan lebih banyak dalam menguasai orang – orang lemah daripada tipuanya dengan anggapan terbalik yang umum. Sampai – sampai tipuan ini menjalar kepada hal – hal inderawi, sehingga ada orang yang ketakutan ketika melihat seutas tali hitam yang berbintik – bintik, karena tali tersebut mirip dengan ular. Ketakutan tersebut disebabkan oleh pengetahuanya bahwa setiap ular panjang dan berbintik – bintik. Khayalanya langsung menarik kesimpulan terbalik yang umum dan menetapkan bahwa setiap yang hitam panjang dan berbintik – bintik adalah ular. Padahal, kesimpulan terbalik dari pengetahuan itu hanyalah kesimpulan khusus, yaitu sebagian yang panjang dan berbintik – bintik adalah ular, bukan semuanya. Persoalan kebalikan ini memang rumit. Engkau tidak akan memahaminya, kecuali jika engkau sudah membaca kitab muhik al nazhar dan mi’yar al ilm.
Ia : Dengan setiap contoh yang anda kemukakan, aku makin mendapatkan ketenangan untuk mengetahui timbangan – timbangan setan. Karena itu, aku minta anda jangan kikir menuturkan contoh – contoh timbangan setan yang lain !
Aku : Kebobrokan timbangan setan itu kadang bersumber dari kesalahan penyusunan premis – premis, sekira keterkaitan antara kedua piringan dengan tangkainya tidak benar. Terkadang juga kebobrokan itu bersumber dari piringan itu sendiri dan kejelekan bahan bakunya. Piringan timbangan seharusnya dibuat dari besi, tembaga, atau paling tidak dari kulit binatang. Maka, kalau piringan dibuat dari salju atau kapas, tentu tidak akan bisa digunakan untuk menimbang. Layaknya sebuah pedang, kadang menjadi jelek Karena cacat pada bentuknya, sekira berbentuk seperti tongkat, tidak melebar dan tidak tajam. Dan kadang juga karena kejelekan bahan bakunya, sekira pedang itu dibuat dari kayu atau tanah. Seperti itu pula timbangan setan. Kadang kebobrokanya disebabkan karena kesalahan penyusunanya, seperti yang sudah aku paparkan dalam contoh besarnya matahari dan kemanunggalan kebenaran. Keduanya cacat dan terbalik. Kadang juga karena kejelekan bahanya. Sebagai contoh adalah ucapan iblis : “ Aku lebih baik daripada adam, karena Engkau menciptakanku dari api, sementara Engkau menciptakanya dari Tanah,” ketika menjawab Firman Allah Ta’ala : Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku ciptakan dengan kedua tangan Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu ( merasa ) termasuk orang – orang yang ( lebih ) tinggi ? ( QS 38 : 75 ). Di sini iblis menggunakan dua timbangan. Alasan yang ia kemukakan kenapa menolak bersujud kepada Adam adalah karena ia lebih baik dari adam. Kemudian ia menetapkan kelebih baikanya karena ia diciptakan dari api, sedangkan Adam dicipta dari tanah. Jika bagian demi bagian argumentasi iblis ini dikaji, timbanganya Nampak tersusun lurus, hanya saja materinya salah. Kalau digambarkan secara lengkap dengan timbanganya, Iblis berkata : “ Apa yang diciptakan dari api adalah lebih baik, dan yang lebih baik tidak perlu bersujud. Dengan demikian aku tidak perlu bersujud. “

kedua premis analogi ini tertolak, karena tidak maklum dan merupakan pengetahuan yang samar, tetapi ditimbang dengan pengetahuan yang jelas. Apa yang disebutkan oleh Iblis itu tidak jelas dan tidak bisa diterima. Mungkin kita bisa menerima bahwa yang lebih baik tidak perlu bersujud. Sebab, keharusan dan kepantasan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan. Di sini iblis mengabaikan pembuktian premis yang kedua ( bahwa keharusan dan kelayakan untuk disujudi adalah karena perintah bukan karena kelebih baikan ), dan lebih senang mengajukan dalil bahwa ia lebih baik karena ia diciptakan dari api. Ini merupakan pengakuan kelebih baikan yang di dasarkan karena nasab.
Kalau digambarkan secara lengkap, argumentasi dan timbangan iblis di atas akan seperti ini : sesuatu yang dinisbatkan kepada yang lebih baik adalah lebih baik. Dengan demikian aku lebih baik. Kedua premis ini juga keliru. Kita tidak dapat menerima bahwa sesuatu yang dinisbatkan kepada yang lebih baik adalah lebih baik. Kelebih baikan lebih disibabkan karena sifat diri, bukan karena nasab. Ambil contoh, mungkin saja besi lebih baik dari kaca, tetapi kemudian sesuatu yang terbuat dari kaca dengan rekayasa yang baik boleh jadi akan lebih baik daripada sesuatu yang terbuat dari besi. Kita berpendapat bahwa Ibrahim AS lebih baik daripada putra Nuh, sekalipun Ibrahim keturunan azar seorang yang kafir, sedangkan putra Nuh keturunan seorang Nabi. Mengenai premis bahwa ia tercipta dari yang lebih baik karena api lebih baik daripada tanah liat (thin), juga tidak bisa diterima. Justru tanahlah yang lebih baik, karena ia berasal dari debu dan air. Sering dikatakan bahwa kombinasi kedua bahan itulah yang membentuk hewan dan tanaman, dan karena keduanyalah terjadi pertumbuhan. Sementara itu, api justru yang merusak dan menghancurkan segala hal. Dengan demikian ucapan Iblis ‘sesungguhnya api lebih baik’ batal.
Timbangan – timbangan di atas bentuknya benar tapi materinya keliru, mirip dengan pedang yang terbuat dari kayu, bahkan seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang oleh orang yang dahaga disangka air. Namun, begitu didekati ia tidak menemukan apapun. Seperti itulah para pakar pengajaran akan melihat keadaan – keadaan mereka di hari kiamat kelak, tatkala hakikat – hakikat timbangan mereka disingkapkan. Ini juga merupakan salah satu pintu – pintu setan yang mesti ditutup rapat – rapat.
Bahan yang benar untuk digunakan dalam berpikir haruslah premis yang sudah diketahui ( maklum ) secara pasti, baik berdasarkan indera ataupun berdasarkan pengalaman; baik lewat penginformasian yang benar – benar mutawatir; dengan pemikiran pertama, atau dengan penarikan kesimpulan dari semua itu. Adapun bahan yang dipakai dalam berdebat haruslah sesuatu yang diakui dan diterima oleh lawan debat, walaupun bagi yang mengemukakanya belum begitu maklum. Bahan tersebut bisa ia jadikan argumentasi untuk memukul lawan tersebut. Begitulah yang berlaku dalam sebagian dalil – dalil Al Quran. Kita tidak perlu mengingkari dalil – dalil Al quran ketika ada kemungkinan – kemungkinan yang membuat kita meragukan premis – premisnya, karena dalil – dalil tersebut ditujukan kepada orang – orang yang mengakuinya.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...