Ia : sekarang, tolong jelaskan
kepadaku tentang timbangan pertentangan ( ta’anud ), paparkan contohnya dari Al
quran, berikut standarnya dan tempat penggunaanya !
Aku : Contohnya dalam Al quran adalah
firman Allah SWT sewaktu mengajari nabi Muhammad SAW :
Katakanlah : “ Siapakah yang memberi
rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi ?” Allah,”dan sesungguhnya
sesungguhnya kami atau kamu ( orang – orang musyrik ), pasti berada dalam
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata, ( QS 34 : 24 ).
Allah mengemukakan ‘kami atau kalian’
bukan membicarakan soal kesetaraan atau keragu – raguan. Dalam ungkapan
tersebut, Dia menyembunyikan sebuah premis lain, yaitu ‘ kami tidak berada
dalam kesesatan.’ Kalau diungkapkan dalam bahasa kita mungkin akan seperti ini
: sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada kalian dan dari bumi. Dia
memberikan rezeki dari langit dengan menurunkan hujan dan dari bumi dengan
menumbuhkan tanaman. Kalian telah tersesat, karena mengingkari hal tersebut.
Gambaran lengkap timbangan
pertentangan dalam contoh di atas adalah : kami atau kalian pasti berada di
atas kesesatan yang nyata. Ini premis mayornya. Kenyataanya kami tidak sesat.
Ini premis minornya. Dari kedua premis itu dapat ditarik sebuah kesimpulan yang
aksiomatik, yaitu kalianlah yang sesat.
Contoh standar penggunaan timbangan
ini dari pengetahuan yang sudah maklum adalah : seseorang memasuki sebuah rumah
yang hanya memiliki dua ruangan. Kemudian, kita masuk ke salah satunya, Dan
ternyata di sana kita tidak melihat orang tersebut. Maka, kita akan langsung
tahu bahwa ia berada di ruangan yang kedua. Pengetahuan ini didapat dari
merangkapkan dua premis. Pertama, orang itu pasti ada di salah satu ruangan;
kedua, orang itu jelas – jelas tidak ada di ruangan ini. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ia berada di ruangan lain. Kita bisa mengetahui bahwa ia
berada di ruangan kedua, karena kita melihat ia berada di sana atau bisa juga
karena kita melihat di ruangan pertama tidak ada siapa – siapa. Jika kita
mengetahui ia berada di ruangan kedua karena kita melihatnya ia berada di sana,
berarti pengetahuan tersebut berdasarkan pada penglihatan ( ilm iyanan ).
Namun, jika kita mengetahuinya karena kita tidak melihatnya berada di ruangan
pertama, berarti pengetahuan ini di dasarkan pada penimbangan. Pengetahuan
hasil penimbangan sama bobotnya dengan pengetahuan yang di dasarkan pada
penglihatan.
Adapun batasan timbangan ini adalah, segala
hal yang terbatas dalam dua bagian, maka menetapkan salah satunya
berkonsekwensi menafikan yang lain. Begitu juga sebaliknya. Dengan syarat
bagianya merupakan bagian yang memiliki batas ( munhasharah ), bukan bagian
yang tidak terbatas ( muntasyirah ). Timbangan pertentangan yang menggunakan
bagian yang tidak terbatas adalah timbangan setan. Timbangan tersebut dipakai
oleh sebagian pakar pengajaran dalam menimbang pendapat –pendapat mereka atas
berbagai hal, seperti yang kami paparkan lengkap dalam buku al Qawashim, jawab
mufashshil al khilaf, al kitab al mustadziri, dan buku – buku lainya.
Penggunaan timbangan ini dalam
persoalan yang jelimet banyak juga. Boleh jadi, sebagian besar persoalan
teoritik berkutat pada timbangan ini. Semisal, ada orang yang mengingkari
adanya wujud azali ( mawjud qodim ). Kita katakana kepadanya bahwa keberadaan
wujud ada dua kemungkinan : pertama, seluruhnya baharu ( hadits ) ; kedua,
sebagian baharu dan sebagian lagi azali. Ini merupakan pembagian yang terbatas,
karena pembagian ini terlingkari antara penafian dan penetapan. Kemudian kita
katakan : kenyataanya, wujud tidak semuanya baharu. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa wujud ada yang azali. Jika ada yang bertanya,”mengapa dikatakan
bahwa wujud tidak semua baharu?” kita katakan saja, “ seandainya semua wujud
baharu, berarti wujud baharu dengan sendirinya tanpa ada sebabnya. Itu
merupakan sesuatu yang mustahil. Dengan demikian, keberadaan semua wujud baharu
adalah batal. Dan dapat ditetapkan bahwa wujud ada yang azali. Contoh – contoh
lain dalam penggunaan timbangan ini masih banyak, jumlahnya tidak terhitung.
Ia : Ya sudahlah, anda tidak perlu
lagi mengemukakan contoh – contohnya. Sekarang aku sudah memahami betul
kebenaran kelima timbangan yang anda paparkan. Akan tetapi, aku masih penasaran
mengenai istilah – istilahnya. Mengapa anda mengistilahkan timbangan yang
pertama dengan timbangan keseimbangan (ta’adul), timbangan kedua dengan
pertautan (talazum) dan yang ketiga dengan pertentangan (ta’anud).
Aku : Timbangan yang pertama aku sebut
timbangan keseimbangan, karena disana ada dua premis yang seimbang, seolah –
olah keduanya adalah dua piringan timbangan yang sejajar. Lalu, timbangan yang
kedua aku sebut timbangan pertautan (talazum), karena salah satu premisnya
mencakup dua bagian yang saling bertautan. Yang satu disebut lazim dan yang
lain disebut malzum. Seperti firman Allah Ta’ala : sekiranya di langit dan di
bumi ada Tuhan – tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa
(QS 21:22) firman Allah ‘tentulah keduanya itu telah rusak binasa’ adalah
malzum dari firman Allah ‘sekiranya di langit dan di bumi ada Tuhan – tuhan
selain Allah’. Kenyataanya langit dan bumi tidak hancur, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Tuhan – tuhan selain Allah tidak ada. Kesimpulan ini
menunjukan bahwa lazim tidak ada. Sementara timbangan yang ketiga aku sebut
timbangan pertentangan (ta’anud), karena timbangan tersebut merujuk pada
pembatasan dua bagian antara dinafikan dan ditetapkan. Dengan ditetapkanya
salah satu bagian, berarti bagian yang lain ternafikan. Begitu juga jika salah
satu bagian dinafikan, berarti bagian yang lain ditetapkan. Antara dua bagian
itu senantiasa ada pertentangan dan kontradiksi.
Ia : Istilah dan timbangan tersebut
anda rekayasa sendiri atau memang sudah ada sebelumnya ?
Aku : Mengenai istilah – istilah
tersebut aku yang merekayasanya, sementara timbangan – timbangan itu aku
sarikan dari Al quran. Sepengetahuanku, akulah yang pertama kali menyarikan
dari Al quran. Hanya saja, dasar dasarnya sudah ada yang mencetuskanya sebelum
aku. Sepengetahuanku, timbangan – timbangan itu oleh pencetusnya diberi istilah
– istilah lain yang berbeda dengan yang telah aku paparkan. Jauh sebelum
diutusnya nabi Muhammad SAW dan Isa AS pun sudah ada sebagian umat menamakan
timbangan – timbangan tersebut dengan istilah – istilah lain. Mereka
mempelajari timbangan – timbangan itu dari shuhuf Ibrahim AS dan shuhuf Musa
AS. Aku sengaja mengganti label timbangan – timbangan itu, karena aku melihat
watakmu lemah dan jiwamu mudah tunduk pada ilusi. Aku melihat engkau termasuk
orang yang mudah terperdaya dengan penampilan luar. Kalau engkau disuguhi madu
merah dalam gelas bekam, engkau tidak mau meminumnya, karena alergi dengan alat
– alat yang dipakai untuk membekam. Akalmu juga tidak mampu memberitahukan
bahwa madu tetap suci meski dituangkan dalam wadah kaca apapun. Bahkan, ketika
engkau melihat orang turki memakai baju yang penuh dengan tambahan atau jubah,
engkau langsung menghukumi bahwa ia seoarg sufi atau seorang ahli fiqh, dan
seandainya seorang sufi mengenakan mantel dan peci engkau langsung menghukumi
bahwa ia orang turki. Khayalanmu cepat tergerak untuk menilai sesuatu dengan
melihat topengnya, bukan isinya. Begitu juga engkau tidak melihat sebuah
pendapat dari substansinya, tetapi dari retorika penyampaianya atau siapa yang
menyampaikanya. Jika ungkapanya tidak sreg denganmu atau orang yang
mengutarakanya menurutmu tidak keren, maka engkau menolak pendapat tersebut,
walaupun substansi pendapat itu sendiri baik dan benar. Ketika ada seorang
mengatakan kepadamu, “ katakana tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah
rosululloh,” pasti engkau tidak mau dan balik mengatakan,” itu perkataan orang
nashrani, apa jadinya bila aku mengatakanya,” Tidak terpikir olehmu bahwa
perkataan itu pada esensinya adalah kebenaran. Penyebab terkutuknya orang
nashrani bukanlah karena kalimat di atas atau karena kalimat – kalimat lain,
melainkan karena dua kalimat saja : pertama, Selain yang dua itu, pernyataan – pernyataan
mereka yang lain adalah kebenaran. Maka, tatkala aku melihatmu dan teman –
teman Pakar Pengajaranmu, yang lemah akalnya dan terperdaya oleh penampilan –
penampilan luar, aku mencoba mengadaptasikan diri denganmu untuk memberimu obat
yang aku tuangkan dalam kendi air. Aku terus memberimu obat dengan cara seperti
itu hingga engkau sembuh. Aku perlakukan engkau dengan lembut seperti yang
dilakukan seorang dokter kepada pasienya. Seandainya aku ceritakan kepadamu
bahwa yang aku berikan itu adalah obat dan aku menghidangkanya dalam cangkir
obat, tentu engkau tidak mau menerimanya. Kalaupun engkau menerima lalu
meminumnya, niscaya engkau memuntahkanya kembali. Inilah alasanya mengapa aku
mengganti istilah – istilah tersebut. Karya cipta ini akan diketahui oleh orang
yang berilmu, diabaikan oleh orang yang bodoh, dan diingkari oleh orang yang
mengingkari.
Ia : Sudahlah, sekarang aku sudah
paham semuanya. Akan tetapi mana penjelasan yang telah anda janjikan bahwa
timbangan ini mempunyai dua piringan dan satu tangkai yang berhubungan dengan
kedua piringan tersebut. Dalam timbangan ini aku tidak melihat ada piringan dan
tangkai. Mana timbangan yang anda bilang mirip dengan qabban ( dacin ) itu ?
Aku : Keenam pengetahuan ini aku
peroleh dari dua premis. Premis – premis itulah yang disebut piringan, dan
bagian yang dibagi bersama diantara dua premis itu dan termasuk di dalamnya,
itulah yang disebut tangkai. Aku beri contoh dengan persoalan – persoalan fiqh,
mudah – mudahan contoh ini bisa lebih mudah engkau pahami. Aku pernah
mengatakan : setiap yang memabukan adalah haram. Ini piringan pertama. Aku juga
mengatakan : setiap minuman keras perasan anggut memabukan. Ini piringan kedua.
Kesimpulanya setiap minuman keras perasan anggur adalah haram.
Dalam dua premis di atas ada tiga hal,
yaitu minuman keras perasan anggur, memabukan dan haram. ‘Minuman keras perasan
anggur’ hanya ada dalam premis pertama, yang merupakan piringan pertama.
‘Haram’ juga hanya ada dalam premis kedua saja, yang merupakan piringan kedua.
Sementara ‘memabukan’ disebutkan dalam dua premis tersebut. Ia diulang – ulang
dalam kedua – duanya dan menghubungkan antara yang satu dengan yang lain.
Itulah yang disebut tangkai, karena kedua piringan tersebut terhubung denganya.
Piringan yang pertama, yaitu pernyataan “setiap minuman keras perasan anggur
memabukan”,berhubungan denganya dalam arti menghubungnya mawshuf ( si empunya
sifat ) kepada sifat : minuman kerasa perasan anggur disifati dengan memabukan.
Sementara piringan kedua, yaitu pernyataan “setiap yang memabukan adalah
haram”, berhubungan denganya dalam arti menghubungnya sifat kepada mawshuf.
Renungkanlah hal ini sampai engkau bisa memahami betul. Kerusakan timbangan ini
kadang terjadi karena piringanya, kadang karena tangkainya, dan kadang pula
karena hubungan piringan dengan tangkainya, seperti yang pernah aku paparkan
padamu dengan rumus yang lebih ringan dalam timbangan setan.
Timbangan- timbangan di atas mirip
dengan qabban ( dacin ) adalah timbangan pertautan ( talazum ), karena salah
satu dari kedua sisinya lebih panjang dari yang lain. Sebagai contoh,”
seandainya penjualan maya ( barangnya tidak ada ) itu sah, maka harus
ditegaskan dengan obligasi. “ ini merupakan premis panjang yang mencakup lazim
dan malzum. Berikutnya engkau mengatakan :” kenyataanya tidak ada penegasan
obligasi.” Ini merupakan premis kedua, lebih pendek dari yang pertama. Ini
mirip dengan rumanah ( besi bulat ) pendek yang berhadapan dengan piringan
dacin.
Sementara itu, timbangan keseimbangan
kedua piringanya seimbang. Salah satu dari dua piringanya tidak lebih panjang
dari yang lain. Bahkan, masing – masing diantara keduanya hanya memuat sifat
dan mawshuf saja. Camkan hal ini dan camkan juga penjelasan yang telah aku
paparkan kepadamu bahwa bentuk timbangan ruhani tidaklah seperti timbangan
jasmani, tetapi dari aspek tertentu ada juga kemiripanya ! Karenanya, boleh
saja menyerupakanya. Sebab, lahirnya sebuah kesimpulan adalah dari merangkapkan
dua premis. Untuk sampai melahirkan sebuah kesimpulan, dari salah satu dua premis
mesti ada bagian yang menjadi bagian yang lain. Contohnya ‘memabukan’ jika
tidak, maka tidak akan bisa ditarik sebuah kesimpulan. Dari ucapanmu : “ setiap
yang memabukan haram dan setiap barang yang dighosob mesti diamankan,” sama
sekali tidak akan bisa diambil sebuah kesimpulan. Keduanya memang merupakan
premis, tetapi diantara keduanya tidak ada keterkaitan dan perpaduan. Dari
salah satu premis itu tidak ada sesuatu yang menjadi bagian yang lain. Sebuah
kesimpulan hanya bisa ditarik dari bagian yang mempertemukan salah satu premis
dengan yang lain. Bagian tersebut aku sebut sebagai tangkai timbangan.
Seandainya pintu penimbangan antara
hal – hal yang diketahui lewat indera dan akal telah terbuka padamu, niscaya
pintu besar untuk mengetahui penimbangan antara alam mulki ( baca : alam nyata
) dan alam malakut ( baca : alam ghaib ), yang di baliknya tersembunyi berbagai
rahasia yang menakjubkan, pun akan tebuka. Barang siapa tidak mau menelaah
pintu pengetahuan ini, maka ia tidak akan bisa menyerap cahaya – cahaya
alquran, tidak akan mendapatkan pelajaran darinya, dan ilmu yang ia dapat
hanyalah cangkang semata.
Sebagaimana Al quran menyimpan
timbangan – timbangan setiap ilmu, iapun menyimpan kunci setiap ilmu tersebut,
seperti yang aku jelaskan dalam buku jawahir al quran ( mutiara – mutiara Al
quran ) silahkan cari dan pelajari buku tersebut ! keseimbangan antara alam
mulki ( alam nyata ) dan alam malakut ( alam ghoib ) hanya bisa dijembatani
dengan hakikat – hakikat maknawi yang tersembunyi dalam perumpamaan –
perumpamaan imajinatif, yang sebagianya tersingkap dalam mimpi. Mimpi ( ru ya )
merupakan bagian dari kenabian, dan di alam kenabian seluruh tabir alam mulki
dan alam malakut tersingkapkan.
Sebagai contoh seorang laki – laki
bermimpi tanganya memegang sebuah stempel. Dengan setempel itu, ia menyetempel
seluruh mulut laki – laki dan kemaluan perempuan. Kemudian, mimpi itu ia
ceritakan kepada Ibnu sirin. Ibnu sirin bertanya, “ engkau suka adzan shubuh di
bulan ramadhan, yah ?” orang itu menjawab, “Ya. “ Coba perhatikan ! Mengapa
keadaanya tersingkap kepadanya dari alam ghaib dalam perumpamaan seperti itu.
Coba cari perimbangan antara perumpamaan tersebut dan adzan shubuh di bulan
ramadhan ! Mungkin orang yang adzan tersebut pada hari kiamat kelak akan melihat
dirinya menggenggam stempel dari api. Kemudian kepadanya dikatakan, “ itulah
yang engkau gunakan dalam menyetempel seluruh bibir laki – laki dan kemaluan
perempuan.”ia berkata :” demi Allah, aku tidak pernah melakukan pekerjaan itu.
Dijawab, “ ya engkau melakukanya, hanya saja engkau tidak menyadarinya. Inilah
ruh perbuatanmu. Hakikat dan ruh berbagai hal hanya akan tersingkap di alam
ruh. Di alam inderawi dan alam khayal, ruh terbungkus bentuk. Sekarang, aku
singkapkan bungkus yang menghalangimu itu. Hari ini penglihatanmu sangat tajam
setajam besi. “ Tidak hanya perbuatan – perbuatan baik saja, perbuatan setiap
orang yang suka melanggar batasan –batasan syariat pun akan disingkapkan dengan
perimbangan seperti itu. Jika kau ingin mengetahui lebih lanjut, silahkan
pelajari bab hakikat kematian dalam ihya atau silahkan buka buku jawahirul
Quran. Di sana engkau bisa melihat berbagai keajaiban. Renungkanlah isinya
dengan seksama, siapa tahu pintu alam malakut di bukakan kepadamu dan dari sana
engkau bisa menyadap berbagai berita. Aku belum melihat pintu tersebut
dibukakan untukmu. Engkau hanya menunggu pengetahuan tentang berbagai hakikat
dari seorang guru ghaib yang tidak engkau lihat. Seandainya engkau melihat guru
itu, niscaya engkau dapati ia jauh lebih lemah pengetahuanya daripada engkau.
Kerananya, lebih baik engkau ambil ilmu pengetahuan dari orang yang sudah
melanglang buana, mencapai makrifat dan sudah melakukan penelitian. Jatuhkanlah
pilihanmu kepada orang yang berpengalaman.
Ia : ini adalah masalah baru yang
perlu kita bicarakan. Mengenai guru yang ghaib itu, meski aku tidak melihat
sosoknya, aku telah mendengar berita tentangnya. Kalau diibaratkan, meski aku
tidak melihat singa, aku dapat melihat pengaruhnya. Aku lihat ibuku hingga
menjelang wafatnya dan maulana al hasan bin al shabah, pengarang buku Qol’ah Al
maut, memuji guru yang ghaib itu sedemikian rupa, sampai – sampai mereka
mengatakan bahwa guru yang ghaib itu mengetahui apa yang terjadi di ala mini
dari jarak 1000 farsakh ( 1 farsakh = ± 8 km atau 3 ¼ mil.
Haruskah aku mendustakan ibuku yang sudah tua dan baik tingkah lakunya atau
maulana Al Hasan yang baik hati dan baik budi pekertinya. Sekali kali tidak.
Mereka adalah saksi yang jujur. Bagaimana tidak, pendapat mereka sama dengan
pendapat kawan – kawanku di damighan ( sebuah kota besar antara ray dan
naisabur ) dan Isfahan. Mereka adalah para panutan, ketetapan – ketetapan
mereka senantiasa dipatuhi. Apakah menurutmu mereka terperdaya, padahal mereka
adalah orang – orang cerdas ? atau apakah mereka berbohong, padahal mereka
adalah orang – orang yang bertakwa ? tidak mungkin, tidak mungkin. Anda jangan
menggunjing. Tidak diragukan lagi, panutanku dapat melihat apa yang sedang
terjadi diantara kita. Tidak ada setitik atompun, baik di langit ataupun di
bumi yang luput dari pengamatanya. Aku khawatir kena marah, meski cuma
mendengar dan memperhatikan saja. Kita tutup saja persoalan ini dan kita
kembali kepada pembicaraan tentang timbangan. Jelaskan kepadaku apa itu
timbangan setan dan bagaimana pakar pengajaran menggunakanya ?
0 comments:
Posting Komentar