Ia : " Timbangan Keseimbangan kategori pertengahan sudah aku pahami betul. Sekarang jelaskan kepadaku tentang timbangan keseimbangan kategori kecil, batasan, standar, dan penggunaanya
dalam persoalan - persoalan yang musykil ! "
Aku : " Aku telah mempelajari timbangan keseimbangan kategori kecil dari Allah SWT. Dia mengajarkanya kepada Nabi Muhammad saw dalam Al quran. Allah berfirman ; " Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, ' Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.' katakanlah, 'Siapakah yang menurunkan Kitab ( taurat ) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia " ( Q.S 6 : 91 )
Dengan timbangan kategori kecil ini
engkau bisa mengatakan bahwa pendapat mereka yang menafikan diturunkanya wahyu
kepada manusia tidak benar. Hal ini disimpulkan dari dua premis:pertama, Musa
AS adalah manusia; kedua, Musa AS diberi kitab. Dari situ dapat ditarik
kesimpulan khusus bahwa sebagian manusia diberi wahyu kitab. Dengan kesimpulan
khusus ini, maka generalisasinya, yaitu Allah sama sekali tidak menurunkan
kepada manusia, menjadi batal. Premis pertama yang aku kemukakan bahwa Musa AS
adalah manusia diketahui dengan indera, sedangkan premis kedua, bahwa Musa
diberi kitab, diketahui dari pengakuan umat Nabi Musa AS meskipun mereka
menyembunyikan sebagian dan menampakan sebagian yang lain, sebagaimana
tersinyalir dalam lanjutan ayat di atas : kamu perlihatkan ( sebagianya ) dan
kamu sembunyikan sebagian besarnya”(QS 6 : 91 ).
Timbangan ini lebih tepat dipakai
dalam bermujadalah bil ahsan ( berdebat dengan cara yang baik ). Salah satu
karakteristik berdebat adalah bahwasanya kedua premis harus bisa diterima dan
sudah dikenal oleh lawan debat, meskipun orang lain masih meragukan. Si lawan
debat harus menerima kesimpulanya, karena ia telah mengakui premis – premisnya.
Kebanyakan dalil – dalil Alquran
menggunakan timbangan seperti ini. Seandainya engkau meragukan sebagian premis
dan preposisi dali – dalil Al quran, maka ketahuilah bahwa target dalil
tersebut adalah orang – orang yang tidak meragukan premis tersebut. Adapun
target untukmu adalah agar engkau tahu cara menimbang dalam persoalan
–persoalan lainya.
Contoh kecil (standar) timbangan ini
adalah : ada orang yang mengatakan bahwa tidak mungkin hewan berjalan tanpa
kaki. Kemudian engkau menginformasikan bahwa ular adalah hewan dan ular
berjalan tanpa kaki. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sebagian
hewan yang berjalan tanpa kaki. Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan
bahwa hewan hanya bisa berjalan dengan kaki batal dan terbantahkan.
Mengenai penggunaan timbangan ini
dalam permasalahan – permasalahan yang musykil sangat banyak. Sebagai contoh,
ada orang yang mengatakan :”setiap kebohongan adalah buruk karena zatiahnya (
li’ainihi ). “aku ingin bertanya kepadamu,”semisal ada seorang laki – laki
melihat nabi atau wali yang sedang bersembunyi dari kejaran orang yang zalim.
Lalu, orang yang zalim tersebut dating kepadanya dan menanyakan tempat
persembunyian sang Nabi atau Wali tersebut. Ternyata orang itu merahasiakannya,
umpamanya mengatakan tidak tahu, apakah itu sudah berbohong ?”
Ia : jelas berbohong !
Aku : apakah itu salah ?
Ia : Tidak, malah dalam kondisi
seperti itu, bersikap jujur adalah salah. Dalam kondisi tersebut kejujuran bisa
mengakibatkan sang nabi binasa.
Aku : Perhatikan timbanganya ! menurutku,
merahasiakan tempat persembunyian sang Nabi adalah bohong, ini merupakan premis
yang sudah umum. Namun, dalam kasus seperti itu, perkataan bohong tidaklah
salah. Ini premis yang kedua. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak
semua bohong itu salah. Coba engkau renungkan ! setelah engkau mengakui kedua
premisnya adakah hal yang meragukan dalam kesimpulan ini ? setelah engkau
mengakui kebenaran premis ini, bukankah ini lebih jelas daripada premis
eksperimental dan premis inderawi yang engkau sebutkan ? Bukankan ini juga
lebih jelas daripada premis eksperimental dan premis inderawi untuk mengetahui
timbangan taqdis ?
Adapun mengenai batasan timbangan ini
adalah : bahwa dua sifat berkumpul dalam satu perkara . salah satu dari dua
sifat tersebut tesifati dengan yang lainya secara dharuri. Namun, tidak bisa
dikatakan bahwa kedua sifat tersebut berpadu secara permanen dalam setiap
perkara. Kadang berpadu kadang pula tidak. Engkau tentu sudah tahu bahwa dalam
diri manusi berkumpul dua sifat, yaitu bahwa manusia adalah hewan dan disamping
itu ia juga jisim. Dari sifat manusia ini dapat ditarik kesimpulan aksiomatis
bahwa sebagian jisim adalah hewan, tetapi tidak semua jisim adalah hewan engkau
jangan terperdaya dengan kemungkinan bahwa setiap hewan tersifati dengan jisim.
Sebab, menyifati sebuah sifat dengan sifat yang lain, jika kelekatan itu tidak
permanen dalam setiap keadaan, maka pengetahuan yang dihasilkan dari penyifatan
itu juga tidak bisa dipermanenkan kepada setiap keadaan.
Ia ; aku sudah memahami ketiga
timbangan di atas. Tapi aku masih penasaran mengapa anda mengistilahkan yang
pertama dengan sebutan besar, yang kedua dengan sebutan pertengahan, dan yang
ketiga dengan sebutan kecil.
Aku : Karena besar berpengertian
sesuatu yang memuat banyak hal; kecil berpengertian sebaliknya, dan diantara
keduanya berpengertian pertengahan. Timbangan yang pertama merupakan timbangan
yang paling luas. Dari timbangan ini bisa diperoleh pengetahuan tentang
penetapan umum dan khusus, juga penyangkalan umum dan khusus. Timbangan ini
bisa dipakai untuk menimbang empat jenis pengetahuan. Sementara timbangan yang
kedua hanya bisa menimbang penyangkalan, walaupun ia bisa digunakan untuk
menimbang penyangkalan umum dan khusus. Sementara timbangan yang ketiga hanya
bisa digunakan untuk menimbang yang khusus, seperti yang telah aku paparkan
padamu, yaitu bahwa salah satu dari dua sifat dipakai menyifati yang lain
karena keduanya berkumpul dalam satu perkara. Sesuatu yang hanya bisa menampung
satu hukum yang khusus jelas merupakan yang paling kecil.
Aku tegaskan bahwa menimbang hukum
yang umum dengan timbangan kecil merupakan pekerjaan setan. Model penimbangan
seperti itu dilakukan oleh sebagian kalangan Pakar Pengajaran (ahl ta’lim)
dalam beberapa pengetahuan mereka. Mereka mengaitkanya dengan harapan Al khalil
AS dimana beliau berkata : Ini adalah Tuhanku, ini lebih besar ( QS 6:79 ).
Insya Allah detail kisah ini akan aku uraikan setelah ini.
0 comments:
Posting Komentar